Swaraloka diidealkan sebagai kanal alternatif, tempat dimana realitas dan kesadaran yang direpresentasikan dapat menjadi gizi bagi khalayak banyak. Media ini diharapkan menjadi barometer informasi dan aktualitas tentang apa yang terjadi di wilayah akar masyarakat diluar kanal media arus utama yang popular. Sebagai penyemai komplementer dialog kritis dan konstruktif, signifikansi Swaraloka ada pada fokus geliat budaya popular, sejarah, lingkungan, politik kontemporer, dan pekabaran masyarakat urban pada umumnya. Publik mengetahui bahwasanya khasanah dalam ranah Nusantara sangatlah majemuk. Kompleksitas tersebut dapat terwujud mulai dari ratusan kerangka bahasa yang terkodifikasi, tata dan sistem masyarakat, ideologi adat, hingga kerajinan masyarakat asli sekitar yang bersifat konkrit. Budaya leluhur tentu berbeda warna-rasa dengan budaya kontemporer. Apa yang terjadi dalam peradaban sekarang merupakan dialektika dalam tataran ruang waktu. Sebuah jawaban dari pertanyaan masa lalu vis-à-vis konteks budaya popular. Perihal ini, Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu Mekah baru dalam peta dunia. Sebut saja Jakarta-Bandung-Yogya-Bali, kota-kota ini menjadi penanda kultural dalam membaca arah zaman. Antara Timur dan Barat, dua kutub ini dipandang sangat relevan dan kontekstual bagi generasi informasi untuk lebih bergiat dengan aras global dan membumi dengan falsafati sekitar.Begitu juga dengan keterbukaan informasi dan demokrasi yang patut diapresiasi sebagai wujud peran-aktif individu atau kolekif. Kemudahan ini adalah buah hasil dari masa lalu, getah-madu dari isolasi kultur sosial, sentralisasi politik dan kebijakan parlemen, maupun lainnya. Setelah 1908, 1928, dan 1965, maka tahun 1998 layak disebut penanda baru bagi sejarah generasi politik domestik dimana pergeseran paradigma apolitisme masyarakat mulai beralih dengan peran aktifnya menjadi pelaku demokrasi sesuai dengan minat serta spesialisasinya tersendiri. Euforia positif ini seperti halnya pada tatanan kelas masyarakat Indonesia era revolusi fisik-cum-fase ideologis. Oleh karenanya, spirit para Bapak dan Ibu Pendiri Bangsa menjadi sekam untuk disepuh-ulang menjadi gelora bagi kekinian kaum muda serta urban.Kesinambungan antara wacana budaya, politik popular, dan setiap peristiwa yang diwartakan dalam ranah media tentu berakar dari masyarakat dan lingkungan. Maka demikian porsi lingkungan layak mendapat proporsi sebagai bagian dari kiat menebar bibit sadar-literasi yang juga berwawasan jaga lingkungan. Pembangunan fisik dan pemberdayaan manusia tidak akan menjadi berkualitas apabila lingkungan tempat berpijak tersisihkan dan hanya menjadi sekrup pembangunan, anak tiri peradaban. Sehingga pertalian makro-kosmos dalam semesta terwujud ketika apa yang diambil manusia dari alam akan juga kembali kepadanya.Diseminasi informasi dari akar ke aras luas dalam desa global adalah kunci, khasanah Nusantara akan berkelindan di tangan generasi muda yang sadar akan identitas sosio-politiko-kultural. Serbaneka spirit kultur muda Nusantara, cag ah!